Untuk setiap kuncup yang takut mekar, dan semua cinta yang tak terbalas.
Wahai cinta, apakah kau pernah melihatku?
Aku menantimu di pagi sebuah musim semi, saat masa semua yang beku telah berlalu. Mentari mulai tersenyum cerah lagi, perlahan mendaki undakan menuju puncak langit. Burung-burung beterbangan kesana-kemari sembari berkicau ramai, berebut giliran untuk saling bercerita setelah lama tak bertemu. Semilir angin dingin kadang masih berhembus datang, lalu lantas bergegas pergi, mungkin malu karena salah musim.
Ah, ini memang musimnya kehangatan dan langit biru cemerlang, menaungi ladang-ladang hijau yang menyubur. Termasuk ladang tempatku menantimu, sepetak tanah di tepian jalan kecil.
Wahai cinta, apakah kau pernah melihatku? Aku, kuncup kecil yang tak pernah diperhatikan oleh siapapun.
Di ladang ini banyak kuncup sepertiku, namun entah mengapa semuanya terlihat lebih indah jika dibandingkan dengan diriku. Di kejauhan sana, di tempat yang sedikit lebih tinggi, terlihat serumpun mawar. Angkuh, tak tersentuh karena duri-duri tajam, namun menawan…
View original post 1,094 more words